pijarbelajar

Sejarah

Kerajaan Hindu: Awal Mula dan Kerajaan-Kerajaan Hindu di Indonesia

Superadmin

||0 Minute Read|

Review

0

5.0

Kerajaan Hindu: Awal Mula dan Kerajaan-Kerajaan Hindu di Indonesia image

Hindu menjadi satu agama yang saat itu berkembang dengan pesat di Nusantara. Hindu berasal dari para musafir India yang membawanya ke negeri ini. Karena itulah, Kerajaan Hindu ramai berdiri dan menjadi agama mayoritas di Nusantara.


Tahukah Sobat Belajar, kalau aliran Waisnawa lah yang menjadi corak agama Hindu pada masa itu. Ajaran ini menjadikan Dewa Wisnu sebagai dewa utama yang disembah. Perkembangan agama Hindu dimulai kira-kira sejak abad I dengan beberapa kerajaan tersohor.


Sobat Pijar pasti penasaran, kan, mengetahui awal mula dan kerajaan-kerajaan Hindu yang ada di Indonesia? Untuk lebih jelasnya, kamu bisa simak pembahasan berikut ini.


Baca juga: Hal-Hal yang Perlu Kamu Tahu Tentang Pertempuran Ambarawa


Awal Mula Adanya Kerajaan Hindu di Indonesia

Salah satu bangsa yang menjalin hubungan dengan penduduk di Nusantara adalah bangsa India. Hubungan tersebut ada setelah hubungan perdagangan antara India dan Cina semakin meluas. Itu membuat para pedagang India dan Cina juga ikut datang ke kepulauan di Indonesia. 


Beberapa bukti yang menunjukkan perubahan setelah budaya India masuk adalah berdirinya Kerajaan Hindu yang membentuk percampuran budaya atau akulturasi. Percampuran budaya tersebut termasuk konsep tentang susunan negara.


Ada beberapa pendapat tentang proses bagaimana agama Hindu masuk ke Indonesia. Proses ini disebut dengan Hinduisasi. Berikut teori awal mula munculnya kerajaan Hindu di Indonesia.


Teori Ksatria

Menurut R. C. Majundar, pengaruh dari Kerajaan Hindu muncul di Indonesia karena adanya peran dari ksatria atau prajurit dari India. Mereka diduga melarikan diri dari negara mereka akibat sering terjadinya perang antargolongan kemudian mendirikan kerajaan di Nusantara.


Namun, teori ini tidak didukung dengan bukti-bukti yang kuat. Sampai sekarang, belum ada ahli yang bisa menemukan bukti bahwa terjadi ekspansi prajurit India ke Nusantara. Teori ini berpusat pada semangat petualangan para ksatria tersebut.


Teori Waisya

Menurut N. J. Krom, kelompok yang mempengaruhi penyebaran agama Hindu dan Buddha di Asia Tenggara adalah para pedagang. Pedagang ini awalnya berlayar untuk berdagang.


Saat itu, jalur yang ditempuh adalah lautan, sehingga mereka berhadapan langsung dengan kondisi alam dan musim angin. Kalau musim angin menghambat perjalanan mereka, mereka memilih untuk menetap terlebih dahulu sampai musim baik datang.


Pedagang-pedagang itu pun melakukan perkawinan dengan masyarakat pribumi. Perkawinan itu menimbulkan perkembangan kebudayaan India di Nusantara.


Sementara menurut G. Coedes, motivasi pedagang India untuk datang ke Asia Tenggara termasuk Nusantara adalah mereka menginginkan barang-barang tambang, khususnya hasil hutan dan emas.


Teori Brahmana

Menurut J. C. van Leur, kaum Brahmana yang mempengaruhi Hinduisasi di Nusantara. Pendapat ini didukung oleh beberapa prasasti yang ditemukan dengan tulisan berbahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Bahasa dan huruf itu cuma dipahami oleh para kaum Brahmana.


Di samping itu, ada pula kepentingan dari penguasa yang mengundang kaum Brahmana dari India. Mereka diundang untuk keperluan upacara keagamaan ke negara-negara di Asia Tenggara.


Upacara keagamaan ini bisa berbentuk upacara inisiasi yang biasanya dilaksanakan oleh para kepala suku supaya mereka naik pangkat menjadi golongan Ksatria. Pendapat ini sejalan dengan pendapat dari Paul Wheatley.


Ia mengatakan bahwa penguasa lokal di negara-negara Asia Tenggara merasa bahwa kebudayaan India penting untuk mengangkat status sosial mereka.


Teori Arus Balik

Teori Arus Balik menekankan tentang peran bangsa Indonesia sendiri yang ikut campur dalam menyebarkan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia. Ini berarti, masyarakat Nusantara sendiri yang pergi langsung ke India.


Di India, mereka belajar tentang agama dan kebudayaan Hindu-Buddha. Bosch juga menambahkan bahwa Indianisasi menjadi pengaruh yang kuat dalam mewarnai kebudayaan Nusantara saat itu.



Kerajaan-Kerajaan Hindu di Indonesia

Setelah budaya Hindu masuk di Indonesia, kerajaaan-kerajaan Hindu pun mulai muncul. Hal ini dikarenakan budaya Hindu dianggap sesuai dengan karakteristik masyarakat pada saat itu diterima dengan penyesuaian tertentu. 


Lantas, apa sajakah kerajaan Hindu di Indonesia? Berikut daftar lengkapnya. 


1. Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai adalah kerajaan bercorak Hindu tertua di Nusantara dan berada di Pulau Kalimantan. Kerajaan ini diperkirakan berdiri di daerah Muara Kaman, tepatnya di tepi sungai Mahakam. Kondisi geografis Kerajaan saat itu ada di jalur perdagangan antara India dan Cina.


Hal ini menyebabkan Kerajaan Kutai menjadi lokasi persinggahan yang menarik bagi para pedagang.


Sejarah Singkat

Sobat Belajar harus tahu bahwa pada awalnya Kerajaan Kutai bernama Kutai Martadipura. Raja yang mendirikan kerajaan itu adalah Maharaja Kudungga yang bergelar Anumerta Dewawarman.


Kedudukannya saat itu adalah kepala suku. Setelah dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu, struktur pemerintahannya berubah menjadi kerajaan. Kudungga pun menjadi raja, dan pergantian raja terus dilakukan secara turun-temurun.


Sesudah Raja Kudungga, Kerajaan Kutai dilanjutkan oleh putera atau menantunya, yaitu Aswawarman, yang adalah seorang penganut agama Hindu. Puncak kejayaan Kerajaan Kutai berlangsung di bawah kepemimpinan Raja Mulawarman, putra dari Aswawarman.


Raja Mulawarman menjadi raja paling besar di kerajaan ini. Namanya juga sering disebut di dalam Prasasti Yupa. Oleh karena itu, kemungkinan besar prasasti Yupa dibuat saat masa pemerintahan Kerajaan Kutai.


Keruntuhan Kerajaan Kutai terjadi saat raja terakhir yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas di tangan Aji Pangeran Anum Panji Mendapa, yaitu Raja Kutai Kartanegara ke-13.


Raja-Raja

Penguasa Kerajaan Kutai dari awal masih bernama Kutai Martapura sampai kerajaannya runtuh adalah sebagai berikut:


  • Maharaja Kudungga Anumerta Dewawarman;
  • Maharaja Aswawarman;
  • Maharaja Mulawarman;
  • Maharaja Sri Aswawarman;
  • Maharaja Marawijayawarman;
  • Maharaja Gajayanawarman;
  • Maharaja Tunggawarman;
  • Maharaja Jayanagawarman;
  • Maharaja Nalasingawarman;
  • Maharaja Nala Parana Tungga;
  • Maharaja Gadinggawarman Dewa;
  • Maharaja Indrawarman Dewa;
  • Maharaja Sanggawarman Dewa;
  • Maharaja Candrawarman;
  • Maharaja Prabu Mula Tungga Dewa;
  • Maharaja Nala Indra Dewa;
  • Maharaja Indra Mulyawarman Dewa;
  • Maharaja Sri Langka Dewa;
  • Maharaja Guna Parana Dewa;
  • Maharaja Wijayawarman;
  • Maharaja Indra Mulya;
  • Maharaja Sri Aji Dewa;
  • Maharaja Mulia Putera;
  • Maharaja Nala Pandita;
  • Maharaja Indra Paruta Dewa;
  • Maharaja Darmasatia.


Peninggalan

Peninggalan Kerajaan Hindu dari Kutai banyak yang berbentuk prasasti atau monumen batu. Salah satunya adalah yupa yang berjumlah tujuh buah, di mana isinya bercerita tentang kemakmuran di bawah pemerintahan Raja Mulawarman. Yupa berangka tahun 475 M, sekaligus prasasti tertua yang pernah ditemukan di Indonesia.


Tujuh batu Yupa itu bisa kamu temukan sekarang di Museum Nasional. Ada juga sumber autentik berbentuk kitab klasik. Kitab ini berjudul surat silsilah raja dalam negeri Kutai Kartanegara. Tebalnya adalah 132 halaman, ditemukan pada tahun 1849.


Kitab itu ditulis oleh Khatib Muhammad Tahir seorang juru tulis dari kerajaan Kutai Kartanegara. Kitab ditulis dengan aksara Jawi atau memakai huruf Arab tetapi berbahasa Melayu.


2. Kerajaan Tarumanegara

Tarumanegara adalah kerajaan yang terletak di wilayah barat Pulau Jawa. Kerajaan ini adalah salah satu yang tertua di Nusantara, di mana terdapat juga peninggalan artefak dan catatan sejarah di sekitar kerajaan. Peninggalan itu menunjukkan bahwa aliran Kerajaan Hindu ini adalah Waisnawa, yaitu Dewa Wisnu sebagai dewa utama yang dipuja.


Sejarah Singkat

Berdasarkan Prasasti Ciaruteun, simbol di batu tersebut menunjukkan bahwa Raja Purnawarman bersifat gagah dan perkasa saat berkuasa. Dari pesan-pesan yang ada di prasasti juga menunjukkan bahwa kerajaan ini dipimpin oleh Purnawarman pada abad ke lima.


Kerajaan ini mendapatkan pengaruh kebudayaan India, dibuktikan dari nama raja yang diakhiri dengan -warman dan tapak kaki yang menjadi simbol kekuasaan pada masa itu.


Raja-Raja

Raja-raja yang memerintah Kerajaan Tarumanegara adalah sebagai berikut:


  • Jayasingawarman (358–382);
  • Dharmayawarman (382–395);
  • Purnawarman (395–434);
  • Wisnuwarman (434–455);
  • Indrawarman (455–515);
  • Candrawarman (515–535);
  • Suryawarman (535–561);
  • Kertawarman (561–628);
  • Sudhawarman (628–639);
  • Hariwangsawarman (639–640);
  • Nagajayawarman (640–666);
  • Linggawarman (666–669).


Peninggalan

Peninggalan kerajaan ini yang sekaligus menjadi sumber sejarah adalah Prasasti Ciaruteun. Saat itu, prasasti ini ditemukan di aliran sungai Ciaruteun pada tahun 1863. Prasasti ditemukan terbagi dua, yaitu prasasti yang ditulis dengan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa.


Prasasti pertama ini berisi puisi India yang terdiri dari empat baris. Sementara prasasti kedua menampilkan goresan telapak kaki dan motif laba-laba. Untuk maknanya sendiri masih belum diketahui.


Prasasti ini berukuran panjang 2 meter dan tinggi 1,5 meter. Bobotnya mencapai delapan ton. Para ahli aksara mengartikan tulisan di Prasasti sebagai berikut.


"Inilah sepasang (telapak) kaki, yang seperti (telapak kaki) Dewa Wisnu, ialah telapak kaki Yang Mulia Purnawarman, raja di negara Taruma (Tarumanagara), raja yang gagah berani di dunia."


3. Kerajaan Kediri

Salah satu Kerajaan Hindu di Indonesia lainnya adalah Kerajaan Kediri. Kerajaan ini berdiri di Jawa Timur, dengan pusatnya di Daha yang saat ini kamu kenal dengan nama kota Kediri. Saat itu, sistem kepercayaan yang dianut oleh masyarakat kerajaan adalah Hindu Siwa.


Sejarah Singkat

Pada tahun 963 M, Raja Airlangga memerintahkan agar kerajaan dibagi menjadi dua wilayah. Wilayah tersebut adalah Kahuripan menjadi Jenggala, dan Panjalu atau Kediri, di mana keduanya dibatasi oleh Sungai Brantas dan Gunung Kawi.


Sri Samarawijaya mendapatkan bagian untuk memerintah kerajaan di sebelah barat, yaitu Panjalu, yang pusatnya adalah kota baru bernama Daha. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan di bawah pemerintahan Raja Sriwijayabaya.


Di bawah pemerintahannya, wilayah Kerajaan Kediri menjadi lebih luas; dari Jawa Timur sampai hampir di seluruh wilayah Jawa. Kerajaan ini runtuh saat terjadi perselisihan di antara kaum Brahmana dan Raja Kertajaya.


Kaum Brahmana saat itu meminta pertolongan dari Ken Arok yang berasal dari Tumapel. Permintaan tolong mereka adalah memisahkan diri dari Kerajaan Kediri.


Ken Arok dan pasukannya berhasil mengalahkan pasukan Kediri pada tahun 1222. Setelah kerajaan ini runtuh, Kerajaan Singasari berdiri.


Raja-Raja

Kerajaan ini diperintah oleh banyak raja, yang mana di antaranya adalah sebagai berikut.


  • Sri Samarawijaya (1042)
  • Sri Jayawarsa (1104)
  • Sri Bameswara (1117)
  • Sri Jayabhaya (1135)
  • Sri Sarweswara (1159)
  • Sri Aryeswara (1171)
  • Sri Gandra (1181)
  • Sri Kameswara (1182)
  • Sri Kertajaya (1194)


Peninggalan

Salah satu peninggalan Kerajaan Hindu dari Kerajaan Kediri ialah Prasasti Pamwatan. Prasasti ini dibuat oleh Raja Airlangga yang berisi tentang pembagian daerah kekuasaan untuk kedua anaknya, yaitu Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan.


Lalu, di kerajaan ini juga meninggalkan budaya dari bidang seni sastra dan pertunjukan wayang. Pertunjukan wayang yang terkenal saat itu disebut dengan Wayang Panji. Sementara itu, seni sastra yang terkenal ada beberapa, diantaranya adalah:


  • Kitab Baratayuda yang ditulis pada zaman Jayabaya. Kitab ini menceritakan tentang perang saudara antara Panjalu dan Jenggala.
  • Kitab Kresnayana yang ditulis oleh Mpu Triguna pada zaman Jayaswara. Kitab ini berisi tentang perkawinan Kresna dan Dewi Rukmini.
  • Kitab Smaradahana yang ditulis oleh Mpu Darmaja pada zaman Kameswari. Kitab ini berisi tentang Smara dan Rati yang merupakan sepasang suami-istri. Mereka menggoda Dewa Siwa yang sedang bertapa. Kemudian, mereka terkutuk dan mati terbakar karena api yang merupakan kesaktian dari Dewa Siwa. Mereka kemudian dihidupkan kembali sebagai jelmaan Kameswara dan permaisurinya.
  • Kitab Lubdaka yang ditulis pada zaman Kameswara oleh Mpu Tanakung. Kitab ini berisi tentang seorang pemburu yang bernama Lubdaka. Dia sudah banyak membunuh, dan suatu hari mengadakan upacara pemujaan secara istimewa kepada Dewa Siwa. Pemujaan ini membuat rohnya yang seharusnya masuk neraka menjadi masuk ke surga.


4. Kerajaan Singasari

Kerajaan Hindu ini berdiri di Jawa Timur. Lokasi kerajaan diperkirakan ada di sekitar Supit Urang atau lahan yang dekat dengan pertemuan antara sungai Bango dan Sungai Brantas.


Sejarah Singkat

Kerajaan Singasari berdiri atas perintah Ken Arok. Ibukota kerajaan ini adalah Tumapel. Kerajaan ini berdiri kira-kira selama 70 tahun. Ken Arok sendiri datang dari suatu desa kecil, yaitu Singasari, yang memang masuk ke dalam wilayah Tumapel.


Ia merupakan anak buah dari penguasa Tumapel yang bernama Tunggul Ametung. Tetapi kemudian Ken Arok membunuh Tunggul Ametung, kemudian menikahi istrinya yang bernama Ken Dedes. Sesudah Kerajaan Kediri dikalahkan olehnya, Ken Arok mendirikan Kerajaan Singasari.


Puncak kejayaan kerajaan ini berlangsung di bawah pemerintahan Raja Kertanegara. Ia merupakan raja paling sukses karena cita-citanya adalah seluruh Nusantara bisa bersatu.


Raja-Raja

Berdasarkan penemuan prasasti yang berisi silsilah kerajaan, silsilah dari Prasasti Kudadu adalah yang lebih banyak dipercayai.


  • Ken Arok (1222-1227 M);
  • Anusapati (1227-1248 M);
  • Tohjoyo (1248 M);
  • Ranggawuni (1248-1268 M);
  • Kertanegara (1268-1292 M);


Peninggalan

Peninggalan populer dari kerajaan ini adalah kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca. Di samping itu, ada juga Prasasti Godang yang ditemukan di sebuah sawah di Mojokerto.


Baca juga: Ini Dia Biografi Pangeran Diponegoro Terlengkap!

_________________________________________________


Sejarah tentang Kerajaan Hindu yang berkembang di Indonesia terbentuk karena pengaruh hubungan perdagangan di wilayah nusantara dengan negara luar. Dengan demikian, agama mayoritas yang banyak dianut oleh masyarakat Nusantara pada saat itu adalah Hindu.


Yuk, cari tahu sejarah Indonesia lainnya bersama Pijar Belajar! Aplikasi Pijar Belajar menyediakan berbagai konten pembelajaran Sejarah dan mata pelajaran lainnya lengkap untuk kamu. Mulai dari latihan soal hingga video pembahasannya ada semua, lho, di Pijar Belajar.


Tunggu apa lagi? Yuk, download Pijar Belajar sekarang!

Seberapa bermanfaat artikel ini?

scrollupButton
logo pijarbelajar

Didukung oleh

logo telkom
logo indihome

Gedung Transvision, Jl. Prof. DR. Soepomo No. 139, Tebet Barat, Jakarta Selatan 12810

support@pijarbelajar.id

+62 812-8899-9576 (chat only)

Download Sekarang

playstoreappstore
instagramlinkedIn

© 2021-2024 Pijar Belajar. All Right Reserved

Gedung Transvision, Jl. Prof. DR. Soepomo No. 139, Tebet Barat, Jakarta Selatan 12810

btn footer navigation

support@pijarbelajar.id

+62 812-8899-9576 (chat only)

Dapatkan Aplikasi

playstoreappstore
instagramlinkedIn

©2021-2024 Pijar Belajar. All Right Reserved